Pembukaan program magang nasional, Smesco
Sedikitnya 250 peserta program magang nasional kementrian koperasi RI sedang mengikuti acar pembukaan di gedung SMESCO, jl. Gatot Subroto Jakarta..
Pembukaan praktek magang, KOPTI
Sebanyak 20 orang peserta mengikuti acara pembukaan magang dan materi hari pertama untuk sektor produksi tahu tempe. acara dilangsungkan di gedung Primkopti Jakarta Selatan, 3 November 2011
Belajar mengelola keuangan usaha
Salah satu materi yang dielaborasi dalam acara magang tersebut adalah manajemen keuangan. materi ini dirasa penting untuk menumbuhkan mental kewirausahaan yang lebih sistematis dan terencana
Memantapkan sektor tempe
Forum Tempe Indonesia (FTI) selaku salah satu narasumber dalam lanjutan magang di kantor MercyCorps, mengemukakan berbagai potensi besar yang dimiliki oleh tempe sebagai sebuah komoditas yang bukan 'remeh temeh' serta memiliki potensi ekonomi yang besar
Dinamika kelompok
Metode penyampaian yang mengedepankan partisipasi dan dialog diharapkan mampu memacu rasa keingintahuan, pelibatan diri dan integrasi pada serapan-serapan materi. Dengan demikian peserta akan lebih dalam memahami persoalan tahu tempe dan mampu merumuskan ide-ide lebih segar
Turun dapur tempe
Praktek di dapur tahu tempe, melihat dan merasakan langsung proses produksi tempe bagi peserta diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih gamblang tentang tempe, pola produksi dan berbagai permasalahannya
Angkat tempe ke tempat penyimpanan
Meski sebagian besar peserta adalah putra-putri para produsen tempe, dengan mengajak mereka melihat dan merasakan proses pembuatan tempe di tempat lain diharapkan mampu memberi ruang perbandingan untuk menajamkan gambaran tentang sektor tahu tempe
Take gambar di lokasi praktek magang
Proses pendokumentasian acara magang oleh petugas yang ditunjuk kementrian koperasi, nantinya diharapkan mampu memberi informasi yang lebih yang dapat meyakinkan putra-putri perajin, dan masyarat umum, bahwa sektor tahu tempe memiliki andil yg besar dalam putaran ekonomi bangsa karena jumlahnya yang mencapai ribuan
Kopti Jaksel Vis a vis Kopti Kendal
Kopti Jakarta Selatan sedang melakukan sharing pengalaman dengan pengurus Kopti Kendal jateng. Pertemuan tsb diharapkan saling ukur kekuatan dan kelemahan dari masing-masing lembaga untuk upaya perbaikan kinerja organisasi dan usaha kedepan.
Gudang tempe Pak Sohibien
Tampak Pak Sohibin (perajin tempe) sedang menunjukkan gudang tempe miliknya. tempe-tempe yang telah diproses dan dikemas akan diletakkan ditempat ini untuk selanjutnya siap dilempar ke pasar.
Promosi Peralatan produksi Higienis
Tampak Pak Ateng (distributor) sedang dengan bersemangat mempromosikan peralatan produksi yang dijual di showroomnya seperti ketel uap, bronjong, dandang, mesin pemecah kedelai hingga cetok tahu, yang kesemuanya berbahan stainless steel.
Demonstrasi Ketel Uap Tahu
Peserta launching berkesempatan menyaksikan showroom peralatan produksi tahu dan tempe, termasuk demo ketel uap untuk permbuatan tahu berbahan bakar LPG hasil besutan Pak Eman asal Ciamis ini.
Equipment Launching Bekasi
Sedikitnya 80 produsen tahu dan tempe hadir dalam acara Diskusi dan Peresmian Kerjasama antara SNP Finance dan distributor peralatan di Margahayu, Bekasi(23/09/11)
Workshop pembuatan tempe
Peserta workshop pembuatan tempe tengah dengan serius mendengarkan penjelasan dari Pak Sunoto, perajin tempe percontohan program TnT Mercycorps di Kramat Djati, Jakarta Selatan (17/08/11).
Sosialisasi Pola Produksi Higienis Jakut
M. Ridha tengah memberikan presentasi terkait pola produksi tahu dan tempe higienis dalam acara pendampingan yang diselenggarakan oleh Sudin Pemerintahan dan KOPTI Jakarta Utara.
Labeling sebagai kontrol kualitas
Tim TnT Mercycorps tampak sedang terlibat diskusi tentang branding bersama dua perajin tempe asal Kranggan, Sarbun dan Muslim. Di rumah yang sekaligus pabrik milik Pak Sarbun tsb mereka bertekat memulai proses branding sebagai langkah lanjut..
Perajin menentukan desain label
Pak Muslim, seorang perajin asal Kranggan Bekasi, tampak sedang berargumentasi mengenai nama label yang akan dipakainya dalam proses branding: akhirnya label "Tempe Pak Mus Pekalongan" dipilihnya dengan yakin sebagai alternatif terbaik.
"Tahuku" diserbu pengunjung
Stand tahu higienis bebas formalin, "TAHUKU" milik Pak Carido dari Mampang tampak diserbu pengunjung hingga ludes terjual, dalam event bertajuk Festival Makanan Nusantara di halaman kantor Walikota Jakarta selatan (28/07).
Setuju tanpa formalin!
Beberapa pengunjung stand tampak terlibat pembicaraan serius tentang proses produksi tahu higienis dan menghindari penggunaan formalin sebagai pengawet.Seorang anggota tim MercyCorps tampak ikut bergabung dalam percakapan tersebut
Boot TnT MercyCorps di MEKAR 2011
Boot TnT Program MercyCorps mendisplay peralatan produksi stainless steel sebagai sarana promosi produk tahu dan tempe higienis dan ramah lingkungan. Sementara itu beberapa produk tempe ludes diserbu pengunjung
Stainless steel untuk produk higienis
Ridha menjelaskan fungsi peralatan berbahan stainless sebagai salah satu cara yang sangat mendasar. selain lebih mudah untuk membersihkan, pemakaian alat ini dapat menekan resiko tercampurnya kacang kedelai dengan karat yang berbahaya untuk terkonsumsi oleh manusia
Rame-rame borong tempe
Pengunjung yang sebagian besar adalah kalangan pebisnis muda beramai ramai saling kunjung stand untuk bertukar informasi. Beberapa pengunjung tampak singgah di boot TnT dan memborong beberapa produk tempe yang sebenarnya disediakan untuk sample display
Mendeteksi potensi bisnis dan investasi
Team TnT MercyCorps tengah menjelaskan kepada seorang pengunjung tentang perbedaan produk tahu tempe yang diproduksi secara konvensional dengan produk higienis yang telah menggunakan peralatan berbahan stainless steel dan LPG gas sebagai bahan bakarnya
Stand KOPTI Jaksel di Harkopnas Expo
Harkopnas Ekspo 2011 diselenggarakan di Istora Senayan Jakarta dalam rangngka memperingati Hari Koperasi nasional ke-64. Ekspo diikuti oleh banyak kalangan pelaku usaha kecil dan menengah dari berbagai kota dan provinsi di Indonesia
Tester tahu tempe PRIMKOPTI Jaksel
Selain menyediakan fresh tempe higienis yang masih hangat dan siap olah, stand PRIMKOPTI Jaksel juga menyediakan beberapa jenis olahan tahu dan tempe yang sudah dikemas rapi dan berlabel. Pengunjung dapat mencicipi tester gratis di lokasi expo
Kunjungan artis dan pejabat negara
Selain ramai dikunjungi oleh kalangan umum dan mendapat apresiasi yang positif, stand Primkopti Jaksel juga menerima kedatangan beberapa pejabat kementrian koperasi, gubernuran DKI serta Dekopin.
Jumat, 30 Desember 2011
Pengrajin Tempe Dikagetkan Penetapan Bea Masuk Kedelai Impor 5%
Jumat, 23 Desember 2011
Ketel Uap (Steam Boiler) LPG Untuk Tahu
Tingginya tingkat polusi yang dihasilkan oleh kayu bakar, rendahnya efisiensi kalor, ketiadaan ruang untuk menyimpan kayu bakar, serta naiknya harga kayu bakar menjadi momok bagi pengrajin tahu. Kebutuhan kayu bakar pada indiustri tahu tradisional berkisar antara 1,5 ton/ukm perhari dan jika diakumulasikan dengan jumlah ukm tahu yang ada di jabodetabek yang berkisar antara 2500-3000 ukm maka kebutuhan kayu bakar pengrajin tahu di jabodetabek perhari adalah 4000-4500 ton/hari.
Penggunaan ketel uap yang berbahan bakar LPG merupakan solusi yang dianggap cukup tepat karena minim polusi, memiliki efesiensi kalor yang tinggi serta tidak membutuhkan ruang yang luas untuk penyimpanan.
Biaya bahan bakar yang dikeluarkan oleh pengrajin tahu dengan ketel uap LPG ini diharapkan mampu menghemat 15-20% biaya bahan bakar jika dibandingkan dengan biaya bahan bakar kayu. disamping itu kebersihan tempat produksi juga menjadi lebih baik dengan tidak adanya asap dan debu.
Rumah Tempe Indonesia
Gagasan pembangunan Rumah Tempe Indonesia di inisiasi oleh Mercy Corps, Forum Tempe Indonesia serta Primkopti Kabupaten Bogor. Sebagai langkah awal PT.Gerbang Cahaya Utama yang merupakan Importir kedelai terbesar di Indonesia turut andil untuk mewujudkan Rumah Tempe Indonesia dengan memberikan dana hibah sebesar Rp 100.000.000 yang digunakan untuk pembangunan tahap pertama. Lokasi Rumah Tempe Indonesia yang berada di kota Bogor diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengrajin tempe se JABODETABEK serta Jawa Barat dan Banten
Konsep produksi yang diterapkan di Rumah Tempe Indonesia di desain sedemikian rupa agar dapat ditiru dan diterapkan oleh para pengrajin tempe tradisional seperti penggunaan LPG sebagai bahan bakar, drum stainless steel, serta peralatan lainnya yang memenuhi kriteria hygiene.
Rumah Tempe Indonesia dikelola secara professional dengan mengutamakan kemandirian sehingga keberadaannya tidak lagi akan disupport oleh lembaga lain untuk jangka panjang. Oleh karena itu konsep pengelolaan Rumah Tempe Indonesia bertujuan untuk dapat menghasilkan keuntungan dan akan dipergunakan sebagai modal menjalankan usaha serta melakukan kegiatan sosial untuk memperomosikan tempe yang berkualitas.
Produk tempe yang dihasilkan oleh Rumah Tempe Indonesia akan dipasarkan untuk memenuhi segmen konsumen yang mengutamakan kualitas serta kebersihan produk, oleh karena itu pasar yang akan disasar tidak akan bertabrakan dengan pasar pengrajin tradisional. Salah satu pasar yang akan menjadi target dari produk Rumah Tempe Indonesia adalah pabrik pengolahan makanan ringan, diharapkan dengan menjadi pemasok pabrik yang berskala besar maka diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi pengrajin tradisional untuk dapat melihat pasar potensial lain serta melihat standar produk yang diminta.
Rabu, 07 Desember 2011
Suwarno: Terdorong Bikin Tempe Berkualitas
"Sekarang saya tidak perlu lagi membungkuk untuk mengambil kedelai yang telah direbus, untuk dipindahkan, untuk perendaman dan tentunya tidak membuat sakit pinggang..haha..".
"Biasanya merebus kedelai 250 kg mulai dari jam 9 pagi hinggá jam 3 sore, sekarang dari jam 9 pagi hinggá jam 11. Kemudian masalah asap dan suhu udara di rumah juga lagi tidak panas"
Proses pembuatan Merk Suwarno terhitung cepat. Setelah 2 minggu, tempe dikemas dengan menggunakan plastik bermerk Tempe Suwarno, justru mengingatkannya pada Surat Izin Usaha, P- IRT (Pangan Industri Rumah Tangga), dan Izin Depkes yang perñah ia miliki 16 tahu lalu dengan nama Maju Jaya. Selain itu, Pedagang di Pasar Serepong juga memberikan rekomendasi kepada konsumen. “Ini tempe yang enak", ujar seorang pedagang sembari menunjuk tempe merk Suwarno. Pembeli juga sudah mengenal Merk Suwarno. Bagi Pak Suwarno sendiri branding sangat penting karena produknya bisa dikenal lebih luas dan memotivasinya untuk menggunakan bahan-bahan yang berkualitas terutama kedelainya. Saat ini ia menggunakan kedelai super.
Jumat, 02 Desember 2011
Pak Munziat : Sukses...Sukses...Sukses!
Dalam perjalanan hidupnya, Munziat kecil tinggal bersama pamannya yang juga seorang pengrajin tempe. Sepuluh tahun Pak Munziat belajar membuat tempe hingga menjualnya di pasar sembari nyambi menjadi tukang kuli “anti repot” yang diupah hanya Rp 25 (dua puluh lima rupiah). Di usia 19 tahun, ia memberanikan diri untuk mandiri dan mulai membuka usaha tempe sendiri di Bekasi. Semangat untuk sukses mendorong setiap ayunan langkah usahanya, “Jika orang lain bisa, saya juga Bisa”, begitulah tekad itu tertanam kuat dalam batinnya. Dengan bermodal uang Rp 20.000, pada tahun 1988, ia pun memulai membuka usaha tempe.
Ternyata langkah awal menjadi pengrajin tempe tidaklah mudah. Beberapa kendala sempat dialami oleh Munziat seperti air yang digunakan untuk mencuci kedelai diambil dengan menggunakan pompa tangan. dan Padahal ia membutuhkan berember-ember untuk sekedar membersihkan kedelai. Tantangan kedua adalah proses memecah kedelai yang saat itu masih dengan cara diinjak-injak. Sehingga Praktis, seluruh waktunya habis tersita untuk mengerjakan pembuatan tempe. Hingga tahun 1990, ia pernah mengkhayal akan ada alat yang dapat membantu memudahkan proses pembuatan tempe.
Tahun 1995, saya mengganti pompa tangan milik saya dengan pompa jet pump dan ini mempermudah kerja saya. Kemudian, tahun 2003, saya mendapat informasi dari Kopti Jakarta Selatan bahwa ada mesin pemecah kedelai. kemudian saya pun lalu membeli alat tersebut. Tetapi untuk proses perebusan saya masih menggunakan drum bekas oli dan kayu bakar.
Tahun 2009, saya berkenalan dengan Mercycorps yang memberikan bimbingan produksi bersih dan mengikuti pelatihan Pola Produksi Bersih bersama Forum Tempe Indonesia. Setelah pelatihan itu, saya mendapat subsidi drum stainless dari Mercycops dan langsung menggunakannya. Desain ruang produksi saya rubah atas biaya saya sendiri dengan membuat cerobong asap ke atas. Sekarang ini saya sudah menggunakan gas untuk merebus kedelai.
Saya merasakan manfaat dari setiap perubahan yang saya lakukan, penggantian peralatan produksi tersebut telah mempermudah pekerjaan saya, menghemat waktu, tenaga dan ruang produksi pun menjadi bersih.
Saya bersyukur dan merasa senang karena selain saya sendiri bisa memperbaiki produksi sendiri, ada 10 perajin tempe yang juga telah bisa berproduksi sendiri setelah sebelumnya ikut dapur produksi saya. Pencapaian ini juga membuat saya bermimpi untuk memiliki rumah produksi tempe yang diatur khusus untuk kelangsungan produksi yang efisien, higienis dan ramah lingkungan sebagaimana diupayakan selama ini oleh Mercycorps.(Yuyu)
Kamis, 01 Desember 2011
Gagasan Kreatif Usaha Tahu Tempe
Dalam acara presentasi proposal usaha yang dilaksanakan di kantor kementrian koperasi (1/12/11), para peserta yang dibagi dalam beberapa kelompok, masing-masing menyampaikan gambarannya terkait berbagai bentuk usaha yang bisa jadi pilihan kedepan dengan berbagai perhitungan dan rencana yang diupayakan sematang mungkin.
Sebanyak 20 peserta yang hadir dalam kesempatan tersebut tampak bersemangat dan saling "serang" atas masing-masing presentasi yang disampaikan penyaji pada sesi dialog. berbagai ide usaha yang bahkan terdengar "asing" di telinga pun mencuat dalam sesi tersebut, semisal ide usaha produk tempe aneka rasa, chocolate tempe, juice tempe, kripik tahu underdog hingga one stop tempe dan produksi tempe generasi 2.
"Tempe aneka rasa merupakan terobosan menarik yang coba kami kembangkan, mengingat saat ini banyak sekali jenis-jenis makanan olahan dari hasil pengembangan makanan yang sebelumnya sudah ada. membuat tempe dengan rasa coklat bisa jadi pilihan yang akan menarik perhatian konsumen anak muda dan masyarakat pada umumnya untuk mencobanya", kata seorang penyaji membeberkan latar belakang usaha dalam presentasi proposalnya.
Muncul juga dalam forum tersebut cetusan ide produksi kripik tahu dengan brand underdog. entah apa maksud dari pemakaian kata underdog tapi yang jelas proposal usaha tersebut lebih memusatkan perhatian pada produksi kripik dari bahan dasar yang diambil dari ampas tahu. menurut penggagasnya, usaha ini meski tak besar bisa menjadi pilihan cukup taktis karena biasanya ampas tahu hanya digunakan untuk pakan ternak atau bahkan dibuang begitu saja.
"jika kita bisa memanfaatkan ampas tahu menjadi produk yang bisa bernilai ekonomi tentu hal tersebut akan sangat baik, karena tentu bahan dasar kripik akan bisa kami daptkan dengan mudah dan murah, bahkan gratis", ujar sang penyaji.
Sedikitnya 9 kelompok dengan jenis proposalnya masing-masing mencoba menyampaikan presentasinya pada forum yang merupakan hari terakhir dari program magang tersebut. Selain memberi berbagai gambaran usaha dan prospeknya, dalam kaitan tersebut para penyaji tak ketinggalan menyampaikan analisa usaha yang direncanakannya seperti mengenai volume produksi, investasi, penyusutan dan pendapatan. Meski tak semuanya mengajukan konsep dengan cukup baik, tapi Drs. Sanata, instruktur bidang perkoperasian dan kewirausahaan Kemenkop, dengan terus terang memuji semangat dan gairah kreatifitas peserta yang sedikit banyak telah memahami alur usaha yang lebih terencana dan matang.
"Sudah sepatutnya kita memperhitungkan berbagai aspek dari setiap usaha yang dijalani, dimana kematangan dalam menentukan produk, bidikan market dan manajemen keuangan menjadi sedemikian krusial untuk diperhatikan", kata Sanata.
"Jenis usaha yang dijalankan harus jelas. misalnya usaha tempe rasa, harus jelas rasa apa saja yang hendak dikembangkan. tidak bisa hanya dengan deskripsi aneka rasa karena hal tersebut juga berkaitan dengan bahan-bahan yang akan dipakai dalam proses produksi, dan karenanya juga seluruh potensi pengeluaran dalam proses usaha harus dengan detail dicantumkan seperti gaji karyawan dan transportasi karena hal ini terkait dengan biaya produksi dan perhitungan laba nantinya", tambahnya.
Sementara itu Ibu Mira dari Swisscontact sempat menanggapi diskusi peserta dengan memberi saran digunakannya forum-forum jejaring sosial yang marak sekarang ini. dicontohkannya kasus keripik Mak Icih yang meroket omsetnya melalui promosi gratis dengan memanfaatkan jejaring sosial seperti facebook dan twitter.
"usaha promosi menantang kita dengan terobosan atas berbagai kemungkinan jalan yang bisa ditempuh untuk memperkenalkan produk. dan pemanfaatan jejaring sosial menjadi pilihan yang sangat murah bahkan gratis untuk ikut mendorong peningkatan usaha kita", ungkap Mira.
Rabu, 23 November 2011
SNI Untuk Tempe


Senin, 07 November 2011
Melanjutkan Estafet Tahu Tempe: Magang Usaha Bagi Putra-putri Perajin
Deputi pengembangan SDM Agus Muharam mengatakan, program ini merupakan solusi yg ditawarkan pemerintah untuk mengatasi pengangguran, serta mendorong kewirausahaan.
Menurutnya, program hasil kerjasama pemerintah dan swasta ini akan mendidik mahasiswa dan pemuda secara langsung di berbagai perusahaan, yang akan berguna jika mereka nanti masuk dunia kerja sebagai wirausaha.
Agus muharam juga menjelaskan, hal itu untuk menjembatani kekosongan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, serta keinginan pemuda untuk memulai usaha baru.
Program T&T MercyCorps Indonesia yang juga ambil bagian dalam kemitraan acara tersebut telah mengkoordinasikan sedikitnya 20 orang peserta yang hampir seluruhnya adalah putra-puteri perajin tahu tempe di wilayah Jakarta.
"Sebagian besar peserta magang yang kita tangani adalah potensi calon penerus usaha tahu dan tempe. Kita berharap mereka benar-benar serius untuk mengikuti program ini sehingga nantinya usaha tahu tempe dapat berkembang dengan pendekatan usaha baru yang lebih segar, dengan manajemen usaha yang rapih dan berwawasan enterprenership yang mantap", demikian disampaikan Yuyu Rahayu dari Tim T&T.
Hari pertama pelatihan yang menghadirkan Pak Ade (Swiss Contact), Sutaryo (KOPTI Jakarta Selatan) dan MercyCorps sendiri berlangsung cukup lancar. Pak Ade yang memulai paparannya tentang kewirausahaan dengan menunjukkan sebuah rekaman video yang dicapture dari sebuah siaran televisi, menekankan pada upaya kreatif untuk menangkap peluang usaha dari lingkungan sekitar.
"Kalau kita jeli sebenarnya kesempatan membuka usaha tersedia di lingkungan kita. Meski mungkin dimulai dengan skala yang kecil, tapi jika dilakukan dengan kapasitas manajemen yang baik, usaha tersebut bisa berkembang dengan potensi profit yang menjanjikan", demikian papar Pak Ade.
Sementara itu Sutaryo, kepala bidang usaha Kopti Jakarta Selatan meyakinkan peserta akan potensi besar yang ada dalam usaha tahu tempe.
"Tahu dan tempe harus dikelola dengan terobosan-terobosan yang baru. Bekal pendidikan yang anda miliki misa menjadi modal mengembangkan usaha ini menjadi lebih maju", demikian dikatakan Sutaryo.
Selanjutnya materi pola produksi bersih yang disampaikan M. Ridha kembali mengajak pada perubahan prilaku produksi sebagaimana selama ini diterapkan pada produksi tahu dan tempe. Dengan melakukan perubahan prilaku produksi, selain produk menjadi meningkat kualitasnya, hal tersebut akan memberi sumbangan penting bagi tumbuhnya usaha tersebut sebagai peluang bisnis yang menjanjikan.
Gatot Syafdiono dari program OWOF MercyCorps yang digandeng T&T untuk menyuntikkan materi manajemen keuangan usaha menutup hari pertama pelatihan tersebut dengan berbagai pendekatan dinamika kelompok. Dengan pendekatan ini diharap materi pelatihan akan berlangsung aktif dan mendorong partisipasi peserta.
"Melalui study kasus dan permainan, materi akan lebih mudah terserap oleh teman-teman, selain mengatasi dapat kejenuhan", kata Gatot di sela-sela pelatihan.
Orientasi dan Pelatihan hari pertama Magang tahu tempe tersebut ditutup pada pukul 16.00 dan rencananya akan dilanjutkan kembali pada keesokan harinya. Dari hasil kontrak belajar peserta, materi akan dimulai pada pukul 9.00 pagi hari hingga 16.00 di tempat yang sama. Penajaman materi manajemen keuangan usaha pada hari kedua tersebut selanjutnya akan menjadi bekal bagi peserta sebelum kemudian mereka di"distribusikan" ke tempat-tempat usaha tahu tempe di wilayah jakarta Selatan sepanjang bulan november 2011. (Loji)
Rabu, 02 November 2011
Perajin Tahu Tempe Jaksel Ikuti Bimbingan Teknis bagi Makanan dan Minuman
KOPTI Jaksel Lakukan Study Banding di Kendal dan Semarang Jawa Tengah
Sekitar pukul 1 siang rombongan pun segera berpamitan kepada seluruh pengurus Kopti Kendal untuk melanjutkan lawatan menuju kota berikutnya, Semarang. Tidak berbeda dari sebelumnya, ternyata di halaman rumah Pak Sohibin juga telah terpasang sebuah tenda ukuran sedang lengkap dengan tatanan kursi dan meja prasmanan plus hudangan makan siang yang menurut tuan rumah sudah dipersiapkan sejak dari pagi.
Dalam testimoninya sohibien menceritakan berbagai pengalamannya dari memulai usaha tempe dengan cara tradisional menggunakan drum oli hingga akhirnya memakai peralatan stainless. "Saya bukannya promosi loh ya.. tapi memakai stainless dan tidak itu perbedaannya sangat jelas. selain menjadi makin bersih, tempe kita juga bisa lebih enak di rasa dan lebih tahan lama. hal ini ditambah lagi dengan cara saya memasak yang sebanyak dua kali", katanya. "Saya dulu juga pakai drum bekas oli sebagaimana sebagian besar masih dipakai oleh perajin-perajin tempe. tapi setelah dikenalkan dengan stainless dan akhirnya mencoba perlahan-lahan produksi saya mulai terasa meningkat kualitasnya. Ketika Indofood menawarkan kerjasama dengan saya, maka saya pun berjuang bagaimana caranya mempertahankan kualitas dengan jumlah supplay yang diperlukan. maka saya pun mulai membenahi dapur dan gudang penyimpanan. Selain tetap menjual tempe untuk pasaran umum, supplay ke indofood bisa saya atasi dengan baik", kisah sohibien panjang lebar. Ridha yang ikut mendampingi Sohibien saat itu juga menambahkan berbagai keuntungan menggunakan stainless steel untuk perbaikan kualitas produksi tempe serta memberikan dorongan agar perajin dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan produk higienis yang semakin banyak dikehendaki masyarakat.
Pada gudang yang terbilang rapih dan cukup luas itu terdapat ratusan bungkus tempe yang sebagian telah siap untuk dikonsumsi. Dan benar saja, sebuah mobil milik PT. Indofood tampak sedang diparkir didepan gudang tersebut untuk melakukan pengambilan. "Sebagian akan segera dibawa ke Indofood untuk diproses", celetuk Sohibien. "Yang terpenting di sini tempe-tempe ini harus bisa benar-benar kuat. pengirisan yang dilakukan dengan tingkat ketipisan sebagaimana diinginkan Indofood menuntut tekstur tempe yang "keras" dan tidak 'protol' saat diiris", tambahnya lagi.
Kamis, 04 Agustus 2011
Rayakan 17-an, T&T berbagi Pengetahuan
Selasa, 26 Juli 2011
Tempe Pak Sunoto Mengikuti MEKAR Entrepreneur Network Event

Jumat, 29 April 2011
Dengan Peralatan Stainless, Tempe Jelas Lebih Higienis
Dari petikan berbagai interview oleh Tim T&T Mercycorps kepada beberapa perajin baik yang ada di Jakarta maupun Bekasi, rata-rata mereka menyatakan cukup puas dengan perubahan yang terlihat dari proses pembuatan dibanding dengan masa-masa sebelumnya.
“Yo jelas beda, Mas”, ungkap Pak Sunoto ketika ditanya tentang perbandingan pemakaian drum stainless dengan drum bekas oli. “kalau memakai cara lama tentu prosesnya cenderung tidak bisa bersih. Selain itu dengan drum ini juga menjadi lebih mudah karena tidak harus nungging-nungging (menjorokkan tubuh ke dalam drum. Red), yang itu menyebabkan perajin menjadi gerah dan berkeringat deras yang tentunya bisa jatuh ke rebusan kedelai”, tambahnya sembari tertawa.
Seperti halnya Pak Noto, Nuraji, perajin tempe asal Kranggan, Bekasi tampak bersemangat sekali saat menjelaskan hasil percobaannya menggunakan drum stainless kepada salah seorang teman sesama perajin tempe beberapa hari lalu di rumahnya. “Aku baru seminggu memakai drum ini, tapi bener hasilnya pancen bedho banget (Jawa: memang sangat berbeda)”, ungkapnya dengan bahasa Jawa yang lugas. “saat penggodokan sudah tampak lebih putih dan bersih”, tambahnya lagi.
Baik Sunoto maupun Nuraji sudah menggunakan peralatan stainless dan telah merasakan manfaat peralatan tersebut untuk memperbaiki proses dan hasil produksinya, hal yang tentu diharapkan oleh perajin-perajin lainnya yang hendak mengaplikasikan. Dan untuk menjaga produksi tersebut keduanya pun sudah melakukan branding atau melabeli produknya dengan nama tertentu. Meski mengaku belum dapat sepenuhnya merasakan dampak label secara langsung, keduanya berharap bahwa proses ini akan dapat membantu memberi gambaran yang cukup jelas kepada masyarakat terhadap produk mereka serta menjadi investasi bagi standard kontrol kualitas atas produk mereka. Semoga.[L]
Kamis, 21 April 2011
Terapkan Manajemen di Usaha Tempe
Kendati berusia muda, Cahardi (33 Tahun) tidak malu menuturkan kisah separuh hidupnya yang dihabiskan bersama tempe. Sebalikya, lelaki yang banyak guyon itu begitu semangat menjelaskan suka dukanya menjalani usaha makanan khas Indonesia ini.
Bermula pada tahun 1990 silam, Ardi begitu sapaan akrabnya merantau ke Jakarta selepas lulus SMP, mengikuti jejak kakaknya yang saat itu sudah berjualan tempe di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kesehariannya dihabiskan membantu sang kakak berjualan dengan imbalan uang sebesar Rp 3.000 per hari.

Selama lima tahun rutinitas tadi digeluti anak bungsu dari lima bersaudara itu. Keputusan membuka usaha sendiri pun tercetus, dari hasil pas-pasan tadi, Ardi mampu mensisihkan uang Rp 100.000 yang dijadikannya modal awal pembuatan tempe pribadi.
Keterbatasan dana, proses produksi pun dikerjakannya sendiri. Mulai dari membeli bahan baku, merebustempe3, merendam, mencuci hinggga memasarkan dilakoninya dengan niat hasilnya untuk membantu orang tua dan saudara di kampung halaman.
Pada tahun 1997 pria yang gemar berpetualang itu bergabung dengan KOPTI yang dapat membantunya soal pengadaan bahan baku dan permodalan. Ditambah sedikit pengetahuan manajemen keuangan, usahanya kini mulai memberikan hasil mengembirakan.
Dari kemampuan produksi yang tadinya hanya 20 - 25 kg kedelai. Saat ini tak kurang dari 1 kuintal per hari mampu diproduksi. “Kapasitas produksi saya sekarang minimal 1 kuintal per hari. Bersyukur dari hasil tempe, saya bisa membeli rumah, kendaraan dan membantu keponakan sekolah,” ungkapnya.
Untuk pemasaran sekitar 800 potong tempe yang dihasilkannya, di jual sendiri di Pasar Minggu dengan harga jual Rp 2.000 per potong. Ada sekitar 70 pelanggan tetap yang menopang keberadaan usahanya. “Tantangan usaha itu paling kalau musim hujan tiba. Tempe harus lama di jemur dan sedihnya kalau hujanya malam hari. Bikin jualan jadi malas, tapi karena pelanggan harus dilayani, ya dilakoni aja meskipun hujan,” tutur Ardi.
Memuaskan pelanggan memang menjadi salah satu kiat usahanya selain menjaga mutu dan pelayanan. Karena jurus itulah, Ardi tetap bertahan dan menikmati usaha yang digeluti hampir 20 tahun itu. Selama itu pula dirinya jatuh hati dengan tempe. (Azis)
PROFIL
Nama : Cahardi
Alamat : Jl. Gunuk V Rt 10/003 No.4 Pejaten Timur Pasar Minggu - Jakarta Selatan
Sumber: http://bangkittani.com/kiat-sukses/terapkan-manajemen-di-usaha-tempe/ 17 November 2009
Kamis, 07 April 2011
Wakil Menteri Perdagangan AS Terkagum-kagum Lihat Tahu dan Tempe
Scuse datang bersama rombongan ke pabrik tahu tempe yang beralamat di Rt 02/Rw06, Cipayung, Jakarta Timur itu sekitar pukul 14.30 WIB.
Tujuan ia dan rombongan datang ke Primkopti adalah untuk melihat secara langsung pembuatan tahu dan tempe. Indonesia merupakan negara pengimpor kedelai terbesar di dunia.
Agaknya inilah yang membuat Scuse heran untuk apa sebenarnya kedelai-kedelai tersebut digunakan. Terlebih lagi sebagian besar kedelai yang diimpor berasal dari Kanada, Argentina dan Brasil.
"Kami penasaran karena Indonesia selalu mengimpor kedelai dalam jumlah besar setiap tahunnya. Lalu kami memutuskan untuk berkunjung ke sini. Dan luar biasa, ternyata kedelai-kedelai dari negara kami digunakan untuk membuat tahu dan tempe," ucapnya.
Ia menambahkan kagum kagum terhadap bangsa Indonesia karena mampu mempertahankan warisan budaya bangsanya, berupa panganan khas ini.
Sumber: www.republika.co.id
Rabu, 23 Maret 2011
Faster is better

The stove — which can burn using coconut husks and scrap wood as fuel — cooks food in about half the time as traditional cookstoves used in the area. This saves not only firewood, but time for small businessmen like Ridwan.
For a hard-working couple like Ridwan and Isniyati, who do all the work themselves as well as take care of the children and perform other household duties, every little bit helps. After all, making tempeh is an intensive three-day endeavor. The first day is the process of washing, cooking and packaging. The second day is fermentation process. Then, on the third day, the tempeh is ready to be sold.
Today, his tempeh production capacity is 100 kilograms of soybeans per day. Comparatively, this is a small production level for local tempeh makers. That amount of soybeans can make tempeh for 22 trays, each of which contain 24 to 26 pieces He sells his tempeh for 1,500 Indonesian rupiah — about U.S. $0.15 — per piece.
“The rest is for our children’s future," Ridwan says.
Through introduction of these improved stoves to small producers in the area, Mercy Corps is helping save time, money and the environment — which is making a difference for tempeh makers like Ridwan.
